Pendidikan Agama
Berarti peran
pendidikan agama adalah mendukung: 1. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang Taat Beragama
2. Rukun
3. Cerdas
4. Mandiri Sejahtera Lahir Batin
Bagaimana kita dapat mencapaikan tujuan-tujan KemenAg ini dalam proses pendidikan? Apa pedagogi-pedagogi yang akan efektif untuk mencapaikan tujuan-tujuan pendidikan in?
Kalau kita melihat 4 tujuan pendidikan (objective) di atas kita tidak dapat melihat satupun yang yang "Berbasis-Hafalan". Tetapi di dalam semua adalah komponen "Pengetahuan". Pengetahuan bukan hafalan, pengetahuan adalah Berbasis-Pengertian.
Kalau kita menganalisa notion: "Sayang Kalau Di Negara Kita (Indonesia) Yang Paling Sering Sholat/Berdoa Di Dunia, Kita Terus Terkenal Sebagai Negara Yang Termasuk Yang Paling Korup (Tidak Benar) Di Dunia"
Itu adalah jelas bahwa pendidikan agama kita sangat gagal mencapakan tujuan-tujuan KemenAg kita kan? Apalagi kalau kita ingin memperbaiki masalahnya, apakah sulusin-nya adalah menambah pendidikan yang jelas gagal?
Kami sering sedih mendengar saran seperti... "Anda cerdas sekali bisa menghafal/membaca....." Apakah cerdas ada hubungan dengan hafalan/membaca?
Tahap pertama memang adalah merancang kurikulum yang tepat sesuai dengan tujuan-tujuan KemenAg, tetapi yang sama penting adalah kita perlu melaksanakan kurikulum itu sesuai dengan metodologi yang akan mencapaikan tujuan-nya.
Karena tujuan-nya tidak berbasis-hafalan, kita perlu melaksanakan pendidikan dengan metodologi yang dapat meningkatkan cerdas-nya (SDM-Manusia), kreativitas, inovasi, kemandirian, dll.
Berarti, metodologi yang sesuai CTL (Pembelajaran yang Aktif dan Kontekstual) Supaya terkait dengan kenyataan dan kebutuhan kita, maupun mengarah ke bangsa yang cerdas... Yang dapat mandiri.
Sebagai Gambar Saja di bawah ada salah satu saran saya kemarin di FB Peneliti di Balai Litbang Agama
"Re (Peneliti di Balai Litbang Agama): "Masyarakt indonesia terlanjur mengaplikasikan agama secara ritual, namun aspek2 sosialnya dikesampingkan."
Sangat betul pak...
Re: "Penataan kurikulum kearah integratif dlm setiap mata pelajaran perlu dilakukan. Dan hal itu dimungkinkan dalam format kurikulum KTSP."
Memang kurukulum adalah salah satu faktor yang sangat penting. Tetapi negara lain biasanya tidak perlu mengintegrasikan agama ke dalam mata pelajaran yang lain, maupun setiap mata pelajaran, mengapa kita perlu? Apakah orang Indonesia berbeda dengan bangsa lain? Saya kira tidak.
Kami sudah menjalankan jaringan Pendidikan Network Indonesia sejak tahun 1998 dan kalau isu moral muncul seringkali guru, siswa/i, dan mahasiswa/i sebutkan "kita perlu tambah pembelajaran agama".
Tetapi tambah apa, anak-anak kita belajar agama sejak lahir, maupun setiap hari di sekolah dan lewat ritual-ritual, agama-nya ditambah terus. Mau tambah apa? Dan selama kami bertanya begitu, belum ada satu jawabanpun...
Apakah solusi-nya adalah tambah? Saya kira "kejenuhan" barangkali sudah termasuk salah satu masalah... Tambah lagi... Tambah apa?
Dari observasi selama 18 tahun, masalah utama kelihatanya "Bukan Banyak-nya", masalah-nya adalah "Mutu-nya" dan Aspek-Aspek Kontekstual (relevan dan berarti).
Pembelajaran agama, seperti pembelajaran mata pelajaran yang lain, akan gagal sebagai ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan maupun pengertian kalau hanya berbasis ritual dan hafalan.
FB memang bukan tempat di mana saya dapat menjelaskan secara rinci, maupun tidak bisa mencontohkan. Mutu-nya pembelajaran, maupun Mutu-nya Pendidik dan Strategi-nya adalah isu-isu utama.
Semoga kita dapat ketemu secara langsung dan membahas ini secara lebih rinci pak."
Baru kemarin kami ikut salah satu rombongan guru yang ingin melaksanakan pelatihan untuk guru-guru di banyak wilayah di Indonesia. Karena tujuan mereka, menurut kami, adalah kurang jelas kami tanya banyak guru (anggota) apa tujuan pendidikan menurut mereka. Jawaban-nya sangat konsistan "Mencerdaskan Bangsa". Ya masuk akal, kami kira di semua negara tujuan pendidikan adalah begitu kira-kira.
Tetapi yang sangat aneh, waktu kami tanya "apa artinya cerdas", naaa... mereka bingung.... Maupun tidak ada yang dapat menjawab dengan jelas, dan kayaknya banyak yang kurang berani coba menjawab. Bagaimana mereka sebagai guru dapat mengajar kalau tujuan mereka sendiri "Mencerdaskan Bangsa" adalah kurang jelas, apalagi melatih guru-guru lain? - Saya ikut bingung :-)
Kalau akar dan tujuan pendidikan kita tidak jelas, bagaimana kita dapat mengembangkan pendidikan bermutu di negara kita? Jelas sampai sekarang yang diutamakan adalah hafalan... Kalau anak dapat ingat yang diajarkan oleh guru anak itu disebutkan cerdas, atau dinilaikan dalam ujian yang berbasis-hafalan - di nilaikan cerdas. Kasihan anak-anak maupun bangsa kita, karena isu-isu seperti cerdas yang paling tidak dinilkaikan dalam ujian berbasis-hafalan. Apalagi isu yang terpenting di negara kita sekarang "kreativitas".
Kalau kita ingin menuju bangsa yang cerdas, pasti kemampuan untuk mengkritik, menganalisa, sintesis, inovasi, kreativitas, dllllll juga sangat penting untuk anak-anak kita. Di negara maju faktor-faktor begini dianggap penting dari pendidikan tingkat SD, mengapa tidak dianggap penting di sini?
Kami tertarik dengan informasi dari Pak Dedi. Kami baru membuat situs Metodologi.Com dan sedang (It's a big job :-) mengisi dengan info yang terkait metodologi yang penting untuk mencerdaskan bangsa, tetapi yang sangat penting juga adalah itu sesuai isu-isu "budi pekerti" yang dapat sangat mengkaitkan metodologi modern dengan kebudayaan kita. Mohon sampaikan definisi anda untuk anak cerdas ke saya ya :-)
Terus terang kami kaget bahwa domain Metodologi.Com belum digunakan kemarin. Mengapa ya? Padahal, Tujuan Pendidikan Yang Jelas, dan Metodologi Yang Efektif adalah faktor-faktor yang paling penting kalau kita menuju Pendidikan Bermutu maupun Guru Bermutu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar